Aspirasi dari hati yang terkecil

Rabu, 05 September 2018

Furqon siapa dan mana?


Oleh : Wendi Maulana Akhirudin
Suatu ketika nashrudin di angkat menjadi hakim pendamping, pada suatu ketika ada seorang kakek melaporkan sebuah kasus kepada hakim ketua bahwa di rumahnya terjadi perampokan. Lalu si kakek pemilik rumah itu menceritakan kejadiannya. “Pada waktu itu saya sedang berkebun di rumah saya, lalu terdengar benda terjatuh didalam rumah. Nah ketika saya masuk kedalam rumah ada beberapa benda berserakan dan saya melihat beberapa orang berlari karena melihat saya masuk rumah. Dan saya mendengar salah satu perampok itu menyebut-nyebut nama furqon.”
“furqon....?” hakim mengucapkan. akan tetapi si hakim tampak kebingungan karena begitu banyak furqon di negeri ini karena namanya pun furqon al haddad. ”masa aku nanti dituduh merampok” gumam hakim itu dalam hatinya.
“Baiklah serahkan kasus ini ke hakim pendamping, yang akan memutuskan karena aku pun harus diperiksa karena aku sendiri bernama furqon, setelah itu tangkap semua furqon dinegeri ini dan sidang dilanjutkan esok hari setelah seluruh furqon tertangkap” ucap hakim ketua. Kemudian hakim ketua memasuki ruangannya kemudian menanggalkan baju hakimnya dan memasuki ruang penahanan.
Keesokan harinya kakek itu datang kembali ke ruang pengadilan setelah mendapatkabar bahwa seluruh furqon ditangkap. Maka bagian humas membawa kakek itu kepada Nahsrudin sesuai perintah hakim ketua tersebut.
Nashrudin, sang hakim pendamping, mendengarkan semua pengaduannya. Setelah itu ia berkata “Kumpulkan seluruh Furqon itu di ruangan ini dan bariskan” sesaat semuanya di kumpulkan Nashrudin kaget melihat hakim ketua turut berbaris. Lalu Nashrudin menghampiri hakim ketua tersebut dan berkata “ kenapa anda berada ditengah-tengah barisan ini wahai hakim ketua” lalu hakim ketua itu berkata “karena namaku sendiri furqon, jadi aku menyerahkan sendiri untuk di tangkap”
kemudian Nashrudin mengintograsi mereka satu persatu dan hasilnya nihil karena tidak ada satu pun yang mengakuinya telah merampok di rumah kakek tersebut termasuk haki mketua tadi. Nashrudin menghampiri si kakek dan berkata “hai kakek seperti apa rupanya karena tidak ada satupun yang mengakuinya” dan si kakek  menjawab “aku tidak tahu persis rupanya tapi yang jelas aku mendengar salah satu temannya memanggil nama furqon”
Nahsrudin berpikir sejenak karena kebingungan, setelah mendapatkan idenya dan ia berkata ”Baiklah tunggu sejenak saya akan membawa furqon mungkin saja dapat membantu dan mungkin juga termasuk pelakunya yang disebut si kakek, karena dia tinggal di rumah saya” lalu si Nashrudin keluar ruang sidang untuk kerumahnya.
Dan Nashrudin kembali sambil membawa semacam buku atau kitab. Lalu di tempatkan buku itu di kursi intograsi. Dan orang didalam itu bertanya kepada Nashrudin “wahai hakim mana si furqon itu?” lalu Nashrudin menjawab “inilah furqon yang aku maksud, karena si furqon ini telah hidup berabad-abad lalu dan Dia inilah yang membuatku tenang dan menjawab semua persoalan hidupku, Dia pun Imam dalam hidupku sebagai salah satu rukun yang harus aku yakini dalam agamaku  dan mungkin saja dia yang disebut oleh perampok itu” dan seluruh isi ruang sidang tampak kebingungan. Lalu Nasrudin berkata “kaukah yang mermpok rumah kakek itu?” semua semakin kebingungan lalu si kakek bertanya kepada si Nashrudin “Apakah kau mau mempermainkan saya dan ruang sidang ini wahai hakim karena kitab itu takkan menjawab dan dia bukanlah pelakunya” Nashrudin menjawab “lalu furqon siapa yang kamu maksud sedangkan kau tidak tahu wajahnya” orang-orang pun semakin keheranan dan berpikir bahwa si Nashrudin itu telah gila karena tidak bisa menangani kasus itu
lalu si kakek itu berpikir sejenak kembali dan berkata ”baiklah lupakan saja kasus ini, lagi pula ini juga salah saya karena tidak tahu persis furqon itu seperti apa hanya mendengar nama saja yang disebut” lalu Nashrudin berkata “baiklah jika memang itu menjadi keputusanmu wahai kakek, maka dengan ini kasus ini saya tutup” semua bergembira meski ada sedikit kesal kepada si kakek. Tapi di tengah kerumunan ada salah satu pemuda terdiam dan bercucuran keringat lalu berdiri sambil berkata dengan lantang “akulah si furqon yang dimaksud oleh si kakek!”
lalu di tangkaplah pemuda tersebut dan semua keluar ruang sidang yang tinggal didalam itu hanya pemuda tersebut si kakek, Nashrudin dan hakim ketua yang kembali memakai kembali baju hakimnya.
Dan Nashrudin bertanya kepada pemuda tersebut “ kenapa kamu merampok kakek tersebut?”
pemuda itu menjawab “karena aku tidak memiliki pekerjaan lain selain merampok, karena saya mendengar bahwa kakek itu orang yang kikir, dan iri hati maka tempat yang pas untuk di rampok”
Nashrudin sambil berpikir “oh begitukah...?? tapi karena kamu bersalah kamu harus saya tangkap berdasarkan hukum yang berlaku”
Tapi kakek itu berkata “saya maafkan pemuda itu karena pengakuannya, setelah mendengar ceritanya dan saya pun tidak meminta apapun dari pemuda itu”
Nashrudin berkata ”baiklah jika memang itu menjadi keputusanmu, berarti sidang ini di tutup dan sesudah itu saya akan bertanya kepadamu wahai hakim ketua kenapa kamu mau turut atau mengajukan diri untuk ditahan, dan kau wahai furqon kenapa kau mengakuinya bahwa kau permpoknya padahal bisa saja kau keluar sidang tadi setelah kasus itu akan ditutup, dan kakek kenapa kamu memaafkannya padahal bisa saja pemuda saya hukum qishash”
lalu hakim ketua menjawab pertanyaan itu “Wahai Nashrudin karena aku tak ingin tak ada lagi lelaki sejati yang yang bersedia di hakimi karena persoalan karena kesamaan namanya dengan yang lainnya, dan juga kalaupun saya bersalah tidak ada lagi yang berlindung dibalik kekuasaannya.maka dari itu saya mengajukan diri untuk diperiksa” dan pemuda itupun berkata “kenapa saya mengakui perbuatan saya, karena saya takut suatu hari tidak ada lagi yang berjiwa kesatria yang berani mempertanggungjawabkan perbuatannya di kalangan umat Muhammad SAW. Dan kakek itu berkata “wahai hakim karena saya tidak ada yang lebih utama dari memberi maaf di kala mampu. Ini saya lakukan agar orang tidak mengatakan bahwa tidak ada lagi orang berjiwa besar yang mau memaafkan saudaranya di kalangan umat Muhammad Saw bahkan saya akan memperkerjakan pemuda itu di kebun saya tapi harus saya luruskan bahwa saya tidak terlalu iri hati kepada orang lain bahkan saya selalu berderma pada waktunya dan di kala saya mampu”
lalu semua bertanya kepada Nashrudin “ kenapa kamu membawa Kitab-Kitab itu kemari”
dan Nashrudin menjawab “saya tidak ingin bahwa tak ada lagi di kalangan umat Muhammad Saw ketika memecahkan masalah dan tak memiliki titik temu tidak kembali kepada Al Quran dan Assunah(Hadist) makanya saya serahkan kembali kepada Al Quran dan Hadist”

Menjaga Lisan



Assalamualaikum Wr. Wb.
MENJAGA LISAN
Dalam perspektif Islam, komunikasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia karena segala gerak langkah kita selalu disertai dengan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang islami, yaitu komunikasi berakhlak al-karimah atau beretika. Komunikasi yang berakhlak al-karimah berarti komunikasi yang bersumber kepada Al-Quran dan hadis (sunah Nabi). 
Dalam Al-Qur’an dengan sangat mudah kita menemukan contoh kongkrit bagaimana Allah selalu berkomunikasi dengan hamba-Nya melalui wahyu. Untuk menghindari kesalahan dalam menerima pesan melalui ayat-ayat tersebut, Allah juga memberikan kebebasan kepada Rasulullah untuk meredaksi wahyu-Nya melalui matan hadits. Baik hadits itu bersifat Qouliyah (perkataan), Fi’iliyah (perbuatan), Taqrir (persetujuan) Rasul, kemudian ditambah lagi dengan lahirnya para ahli tafsir sehingga melalui tangan mereka terkumpul sekian banyak buku-buku tafsir.[1] Penerapan komunikasi islam terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur’an seperti QS An-Nahl: 125, QS Al-Baqarah: 83, QS Ali Imran: 154, QS An-Naba’: 2-3, QS Al-Furqan: 63, QS Fussilat: 33, QS An-Nisaa: 154, QS Al-‘Ankabuut: 460 dan masih banyak lagi lainnya. Ayat-ayat diatas memberikan penegasan tentang esensi (hakikat) komunikasi islam sampai kepada tahap pelaksanaannya.
Selain itu, kita mendapati Rasulullah SAW dalam berkomunikasi dengan keluarga, sahabat dan umatnya. Komunikasi beliau sudah terkumpul dalam ratusan ribu hadits yang menjadi penguat, penjelas Al Qur’an sebagai petunjuk bagi kehidupan umat manusia. Didalam hadits, ditemukan prinsip-prinsip etika komunikasi, bagaimana Rasulullah saw mengajarkan berkomunikasi kepada kita. Misalnya, pertama, qulil haqqa walaukana murran (katakanlah apa yang benar walaupun pahit rasanya). Kedua, falyakul khairan au liyasmut (katakanlah bila benar kalau tidak bisa,diamlah). Ketiga, laa takul qabla tafakur (janganlah berbicara sebelum berpikir terlebih dahulu). Keempat, Nabi menganjurkan berbicara yang baik-baik saja, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya, “Sebutkanlah apa-apa yang baik mengenai sahabatmu yang tidak hadir dalam pertemuan, terutama hal-hal yang kamu sukai terhadap sahabatmu itu sebagaimana sahabatmu menyampaikan kebaikan dirimu pada saat kamu tidak hadir”. Kelima, selanjutnya Nabi saw berpesan, “Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang…yaitu mereka yang menjungkirkan-balikkan fakta (fakta) dengan lidahnya seperti seekor sapi yang mengunyah-ngunyah rumput dengan lidahnya”. Pesan Nabi saw tersebut bermakna luas bahwa dalam berkomunikasi hendaklah sesuai dengan fakta yang kita lihat, kita dengar, dan kita alami. [2]
Etika bertuturkata atau biasa disebut ada 6 jenis gaya bicara atau pembicaraan (qaulan) yaitu:
1.    Qaulan Sadidan (perkataan benar, lurus, jujur)
Kata “qaulan sadidan” disebut dua kali dalam Al-Qur’an. Pertama, Allah menyuruh manusia menyampaikan qaulan sadidan dalam urusan anak yatim dan keturunan, terdapat dalam Firman Allah QS An-Nisa ayat 9 :
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا
Artinya: Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah dibelakang mereka, yang mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraannya)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar (qaulan sadidan)”.

Apa arti qaulan sadidan? Qaulan sadidan artinya pembicaraan yang benar, jujur, (Picthall menerjemahkannya “straight to the point”), lurus, tidak bohong, tidak berbelit-belit. Prinsip komunikasi yang pertama menurut Al-Quran adalah berkata yang benar. Ada beberapa makna dari pengertian yang benar :
-          Sesuai dengan kriteria kebenaran
Arti pertama benar adalah sesuai dengan kebenaran. Dalam segi substansi mencakup faktual, tidak direkayasa atau dimanipulasi. Sedangkan dari segi redaksi, harus menggunakan kata-kata yang baik dan benar, baku dan sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku.
Buat kita orang islam, ucapan yang benar tentu ucapan yang sesuai dengan Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ilmu. Jadi, kalau kita sedang berdiskusi dalam perkuliahan maupun organisasi harus merujuk pada Al-Qur’an, petunjuk dan ilmu. Al-Qur’an mentindir keras orang-orang yang berdiskusi tanpa merujuk kepada ketiganya, ini ada dalam QS Luqman ayat 20.
-          Tidak bohong
Arti kedua dari qaulan sadidan adalah ucapan yang jujur, tidak bohong. Nabi Muhammad saw bersabda: “Jauhi dusta karena dusta membawa kamu pada dosa, dan dosa membawa kamu pada neraka. Lazimlah berkata jujur, karena jujur membawa kamu kepada kebajikan, membawa kamu pada surga.” Meskipun kepada anak-anak kita tidak dianjurkan berbohong kepada mereka, bahkan seharusnya kita mengajarkan kejujuran kepada mereka sejak dini.

2.    Qaulan Balighan (perkataan yang membekas pada jiwa, tepat sasaran, komunikatif, mudah mengerti)
Ungkapan ini terdapat dalam QS An-Nisa ayat 63 yang berbunyi:
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَعْلَمُ اللَّهُ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَعِظْهُمْ وَقُلْ لَهُمْ فِي أَنْفُسِهِمْ قَوْلا بَلِيغًا
Artinya: Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka Qaulan Baligha –perkataan yang berbekas pada jiwa mereka”.
Kata “baligh” dalam bahasa arab artinya sampai, mengenai sasaran atau mencapai tujuan. Apabila dikaitkan dengan qaul (ucapan atau komunikasi), “baligh” berarti fasih, jelas maknanya, terang, tepat menggunakan apa yang dikehendaki. Oleh karena itu prinsip qoulan balighan dapat diterjemahkan sebagai prinsip komunikasi yang efektif.

3.    Qaulan Masyura (perkataan yang ringan)
Dalam komunikasi, baik lisan maupun tulisan, mempergunakan bahasa yang mudah, ringkas dan tepat sehingga mudah dicerna dan dimengerti. Dalam Al-Qur’an ditemukan istilah qaulan maisura yang merupakan salah satu tuntunan untuk melakukan komunikasi dengan mempergunakan bahasa yang mudah dimengertidan melegakan perasaan.[3]
Dalam Firman Allah dijelaskan:
وَإِمَّا تُعْرِضَنَّ عَنْهُمُ ابْتِغَاءَ رَحْمَةٍ مِنْ رَبِّكَ تَرْجُوهَا فَقُلْ لَهُمْ قَوْلا مَيْسُورًا
Artinya: “Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas”. (QS. Al-Israa’: 28)
Maisura seperti yang terlihat pada ayat diatas sebenarnya berakar pada kata yasara, yang secara etimologi berarti mudah atau pantas. Sedangkan qaulan maisura menurut Jalaluddin Rakhmat, sebenarnya lebih tepat diartikan “ucapan yang menyenangkan,” lawannya adalah ucapan yang menyulitkan. Bila qaulan ma’rufa berisi petunjuk via perkataan yang baik, qaulan maisura berisi hal-hal yang menggembirakan via perkataan yang mudah dan pantas.[4]
4.    Qaulan Layyina (perkataan yang lemah lembut)
Perintah menggunakan perkataan yang lemah lembut ini terdapat dalam AlQur’an:
فَقُولا لَهُ قَوْلا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
Artinya: ”Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut". (Thaahaa:44).
Ayat di atas adalah perintah Allah SWT kepada Nabi Musa dan Harun agar berbicara lemah-lembut, tidak kasar, kepada Fir’aun. Dengan Qaulan Layina, hati komunikan (orang yang diajak berkomunikasi) akan merasa tersentuh dan jiwanya tergerak untuk menerima pesan komunikasi kita.
Dari ayat tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Qaulan Layina berarti pembicaraan yang lemah-lembut, dengan suara yang enak didengar, dan penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh hati maksudnya tidak mengeraskan suara, seperti membentak, meninggikan suara. Siapapun tidak suka bila berbicara dengan orang-orang yang kasar. Rasullulah selalu bertutur kata dengan lemah lembut, hingga setiap kata yang beliau ucapkan sangat menyentuh hati siapapun yang mendengarnya. Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan, yang dimaksud layina ialah kata kata sindiran, bukan dengan kata kata terus terang atau lugas, apalagi kasar.

5.    Qaulan Karima (perkataan yang mulia)
Islam mengajarkan agar mempergunakan perkataan yang mulia dalam berkomunikasi kepada siapapun. Perkataan yang mulia ini seperti terdapat dalam ayat AlQur’an (QS. Al Isra’ ayat 23) yaitu:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاهُمَا فَلا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلا كَرِيمًا
Artinya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan jangan engkau membentak keduanya dan ucapkanlah kepada keduanya perktaan yang baik”.
Dengan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa qaulan karimah adalah perkataan yang mulia, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan, enak didengar, lemah-lembut, dan bertatakrama. Dalam konteks jurnalistik dan penyiaran, Qaulan Karima bermakna mengunakan kata-kata yang santun, tidak kasar, tidak vulgar, dan menghindari “bad taste”, seperti jijik, muak, ngeri, dan sadis.

6.    Qaulan Ma’rufa (perkataan yang baik)
Qawlan ma’rufa dapat diterjemahkan dengan ungkapan yang pantas. Kata ma’rufa berbentuk isim maf’ul yang berasal dari madhinya, ’arafa. Salah satu pengertian mar’ufa secara etimologis adalah al-khair atau al-ihsan, yang berarti yang baik-baik. Jadi qawlan ma’rufa mengandung pengertian perkataan atau ungkapan yang baik dan pantas.[5]
Kata Qaulan Ma`rufa disebutkan Allah dalam QS An-Nissa ayat 5 dan 8, QS Al-Baqarah ayat 235 dan 263, serta Al-Ahzab ayat 32. Berikut ini Sabda Allah QS Al-Ahzab ayat 32 ialah:
يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلا مَعْرُوفًا
Artinya: Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya] dan ucapkanlah Qaulan Ma’rufa –perkataan yang baik.”

Allah menciptakan segala sesuatu di dunia ini sangat sempurna saking sempurnanya tidak satu biji zahro pun luput dari penglihatannya, contoh kecil apa yang ada di dalam tubuh kita meski tidak terlihat tapi bagian tersebut bisa merasakan apa itu manis, pahit asin atau hambar karena apa yang kita rasakan pertama pun itu sesuatu hal yang baik yang sudah ada jatah atau disiapkan sejak dari kandungan dan pada saat dilahirkan oleh Allah yaitu Air Susu, meski tertutup oleh mulut dan tak bertulang Lidah memiliki begitu banyak fungsinya seperti yang kita rasakan saat ini.
Lidah seseorang atau disebut juga lisan sangat besar manfaatnya bagi kehidupan manusia. Namun ucapan-ucapan yang tidak sesuai dengan tutur kata atau etika komunikasi akan mendatangkan konsekuensi bagi yang mengucapkannya baik itu disadari atau tanpa ia sadari.

Hal ini telah kita lihat atau dengar yang kasus akibat penistaan agama plt gubernur basuki cahaya purnama atau ahok dia dengan tegas mengucapkan beberapa kalimat yang tidak pantas di beberapa media massa (televisi) meski itu ungkapan politis atau pun perkatan emosional.

Ada larangan-larangan yang perlu diketahui dan ini pun yang tidak diketahui oleh ahok :
-          Larangan Memaki Orang Islam Tanpa Haq (Kebenaran)
-          Larangan Menyelidiki Kesalahan Orang Serta Mendengarkan Pada Pembicaraan Yang Orang Ini Benci Kalau la Mendengarnya
-          Larangan menyakiti

Allah Ta'ala berfirman:
"Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu'min, lelaki atau perempuan, tanpa adanya sesuatu yang mereka lakukan, maka orang-orang yang menyakiti itu menanggung kebohongan dan dosa yang nyata." (al-Ahzab: 58)

Karena dengan kasus penistaan agama ini semakin membuka lebar peluang kejahatan yang ada di antara sesama kita maupun sesama orang islam (muslim). Kejahatan apakah itu dunia maya (cyberbullying).
Kejahatan dunia maya atau Cyberbullying memang sudah ada sejak lama kejahatan dunia maya sebetulnya segala bentuk kekerasan yang dialami anak atau remaja dan dilakukan teman seusia mereka melalui dunia cyber atau internet. Cyber bullying adalah kejadian manakala seorang anak atau remaja diejek, dihina, diintimidasi, atau dipermalukan oleh anak atau remaja lain melalui media internet, teknologi digital atau telepon seluler.
Cyber bullying dianggap valid bila pelaku dan korban berusia di bawah 18 tahun dan secara hukum belum dianggap dewasa. Bila salah satu pihak yang terlibat (atau keduanya) sudah berusia di atas 18 tahun, maka kasus yang terjadi akan dikategorikan sebagai cyber crime atau cyber stalking (sering juga disebut cyber harassment).

hal apa yang perlu di lakukan seseorang atau seorang muslim adalah ketika mengalami kesulitan, kebuntuan dan ketika hawa nafsu berada

Anas r.a.: Sekarang banyak diantaramu lakukan perbuatan dan dianggap biasa-biasa, tetapi pada masa Rosul perbuatan itu adalah nerusak agama (BUKHORI)

Sebagai penutup sekaligus doa yang saya kutip dari surat al mai’dah ayat 114 “......ya tuhan kami, turunkanlah kepada kami hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami, yaitu bagi orang-orang yang sekarang bersama kami maupun yang datang setelah kami dan menjadi tanda kekusaan engkau; berilah kami rezeki, dan engkaulah sebaik-baik pemberi rezeki.”


Sumber :
https://www.academia.edu/11167050/ETIKA_KOMUNIKASI_DALAM_PERSPEKTIF_ISLAM
Kajian subuh di mesjid al muhajirin mengenai bab larangan kitab Riyadus-Shalihin
https://almanhaj.or.id/3197-menjaga-lisan-agar-selalu-berbicara-baik.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Cyberbullying
http://dakwahislam.net/menjaga-lisan/


[3] Djamarah, Syaiful Bahri., Pola Komunikasi Keluarga Orang Tua dan Anak dalam Keluarga, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), hlm. 110
[4] Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 91
[5] Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam, (Jakarta: Logos, 1999), hlm. 85